Statistical Process Control (SPC)
SPC dicetuskan pertama kali oleh Walter Andrew Shewhart ketika bekerja diBell Telephone Laboratories, Inc. (divisi R&D untuk perusahaan AT&T dan Western Electric) pada tahun 1920-an. Dalam dokumen sejarah Western Electric diceritakan pada tahun 1918, tahun di mana Shewhart bergabung di Departemen Inspection Engineering, Western Electric di Hawthorne, manajamen kualitas industri masih terbatas pada kegiatan inspeksi produk jadi dan memperbaiki/membuang barang-barang cacat. Semuanya berubah pada bulan Mei 1924, atasan Shewhart, George Edwards, menceritakan:
“Dr. Shewhart telah menyiapkan sebuah memo kecil yang panjangnya hanya sekitar satu halaman. Sepertiga halaman berisi sebuah skema sederhana yang sekarang dikenal sebagai peta kendali. Dalam skema tersebut, dan teks singkat yang mendahului dan mengikutinya, tercantum semua prinsip-prinsip dan pertimbangan-pertimbangan penting tentang apa yang kita kenal sekarang sebagai proses pengendalian kualitas. “ (Porticus, n.d., Western Electric and the Quality Movement section, para. 3).
Pada tahun yang sama, Shewhart menciptakan peta kendali statistik pertama untuk proses manufaktur melalui prosedur-prosedur sampling statistik. Kemudian Shewhart mempublikasikan penemuannya dalam buku Economic Control of Quality of Manufactured Product pada tahun 1931.
ASQ (American Society for Quality) mencatat peningkatan penggunaan peta kendali mulai terjadi selama Perang Dunia II di Amerika Serikat untuk menjamin kualitas amunisi dan produk strategis penting lainnya. Penggunaan SPC agak berkurang setelah perang, namun menjadi booming sampai sekarang setelah revolusi perbaikan kualitas di Jepang pada tahun 1970-an, tahun di mana orang-orang Jepang menyambut baik masukan dari W. Edwards Deming yang salah satunya adalah penggunaan SPC.
SPC menentukan apakah suatu proses stabil dari waktu ke waktu, atau sebaliknya bahwa proses terganggu karena telah dipengaruhi oleh special cause. Peta kendali statistik (control chart) yang sering juga disebut Shewhart chart atau process-behaviour chart digunakan untuk memberikan definisi operasional suatu special cause tersebut.
Dalam suatu proses/sistem umumnya terdapat interaksi variabel-variabel sistem, misal manusia dan mesin, interaksi ini sering memunculkan penyimpangan berupa hasil-hasil yang sifatnya uncontrollable atau diluar kendali. Shewhart melihat penyimpangan tersebut disebabkan oleh dua faktor:
- common cause of variation, variasi yang terjadi karena sistem itu sendiri, dan
- special cause of variation, variasi yang terjadi karena faktor dari luar sistem.
Aturan dasar SPC adalah common cause tidak perlu diidentifikasi dan special cause perlu diidentifikasi dan dihilangkan. Namun bukan berarti common cause diabaikan, sebaliknya menjadi fokus improvement proses untuk jangka panjang.
Secara umum, peta kendali dalam SPC selalu terdiri dari tiga garis horisontal, yaitu:
- Garis pusat (center line), garis yang menunjukkan nilai tengah (mean) atau nilai rata-rata dari karakteristik kualitas yang di-plot pada peta kendali SPC.
- Upper control limit (UCL), garis di atas garis pusat yang menunjukkan batas kendali atas.
- Lower control limit (LCL), garis di bawah garis pusat yang menunjukkan batas kendali bawah.
Garis-garis tersebut ditentukan dari data historis. Shewhart menggunakan kurva distribusi normal (distribusi Gauss) dengan μ sebagai garis pusat yang menunjukkan nilai rata-rata sebaran karakteristik proses, dan ±σ yang dirubah menjadi UCL dan LCL sebagai landasannya.
Teknik-teknik SPC kemudian berkembang seiring inisiatif perbaikan kualitas seperti Six Sigma di perusahaan-perusahaan Amerika. Selanjutnya, kita akan melihat secara teknis tentang bagaimana kita dapat menggunakan berbagai teknik peta kendali dan kapan teknik itu harus digunakan. Gambar 1 memperlihatkan alur pengambilan keputusan untuk memilih teknik SPC yang kita butuhkan.
Sumber: Straker, n.d., fig. 1 (dimodifikasi)
|
Gambar 1. Bagan Alur Pengambilan Keputusan untuk Memilih Teknik SPC
Gambar 1 menunjukkan teknik-teknik SPC dipilih dengan memperhatikan dua jenis karakteristik data yang diobservasi disamping tujuan penggunaannya, yaitu: data variabel dan data atribut.
Data Variabel
Data variabel bersifat kontinyu (continuous distribution). Data ini diukur dalam satuan-satuan kuantitatif, sebagai contoh:
- cycle time yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses,
- diameter poros,
- tinggi badan 100 orang operator, dan lain-lain.
Sifat continuous distribution pada data variabel menggambarkan data berbentuk selang bilangan yang bisa terjadi dalam digit dibelakang koma hingga n digit, tidak dapat dihitung, dan tidak terhingga. Bentuk distribusi yang rapat seperti ini lebih sensitif terhadap perubahan, namun akan lebih sulit baik dalam mengidentifikasi apa yang harus diukur dan juga dalam pengukuran aktual.
Ketika kita mempunyai data variabel, ada tiga jenis peta kendali yang dapat kita gunakan, yaitu:
- Individuals & moving range control chart (I-MR).
- Average & range control chart (Xbar & R-chart).
- Average & standard deviation control chart (Xbar & S-chart).
Pengambilan keputusan untuk memilih ketiga peta kendali di atas adalah berdasarkan jumlah pengukuran yang kita buat dan berapa banyak pengukuran tersebut digabungkan ke dalam satu subgrup.
Data Atribut
Data atribut bersifat diskrit (discrete distribution). Data ini umumnya diukur dengan cara dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis, sebagai contoh:
- jumlah cacat dalam satu batch produk,
- jenis kelamin (laki-laki/perempuan),
- jenis warna cat (merah, gold, silver, hitam), dan lain-lain
Sifat discrete distribution memberi gambaran data atribut berbentuk bilangan cacah yang nilai data harus integer atau tidak pecahan, dapat dihitung, dan terhingga. Pengukuran data atribut akan jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pengukuran data variabel karena data diklasifikasikan sebagai cacat atau tidak cacat berdasarkan perbandingan dengan standar yang telah ditetapkan. Pengklasifikasian ini tentunya menjadikan kegiatan inspeksi lebih ekonomis dan sederhana. Sebagai contoh diameter poros dapat diperiksa dengan menentukan apakah akan bisa melewati alat pengukur berupa jig atautemplate berlubang. Pengukuran ini tentunya lebih cepat dan sederhana ketimbang mengukur diameter langsung dengan vernier caliper atau mikrometer.
Ketika jenis data yang diukur adalah data atribut, terdapat empat jenis peta kendali yang dapat kita gunakan, yaitu:
- Proportion defective control chart (P-chart).
- Number defective control chart (NP-chart).
- Defects per count/subgroup control chart (C-chart).
- Defects per unit control chart (U-chart).
Pemilihan peta kendali ini tergantung apakah kita mau menghitung jumlah cacat per item atau hanya menghitung cacat total. Jika kita hanya akan membedakan antara cacat atau tidak cacat, maka kita menggunakan P-chart atau NP-chart. Namun jika kita menghendaki analisis yang lebih mendalam, misal berapa banyak cacat pada semua item, maka kita menggunakan C-chart atau U-chart. Pemilihan peta kendali yang tepat juga dipilih berdasarkan pada apakah ada jumlah konstan di setiap subgrup peta kendali. Peta kendali atribut umumnya membutuhkan ukuran sampel yang jauh lebih besar daripada peta kendali variabel (Montgomery & Runger, 2003, p. 625).
Rational Subgroup
Mengapa peta kendali menggunakan sampel subgrup? Pertanyaan ini pernah menjadi bahan diskusi saya dan dengan seorang teman ketika kita mempelajari uji keseragaman data yang menggunakan metode peta kendali. Prinsip dasar SPC adalah bahwa subgrup harus rasional sehingga dikenal istilah rational subgroup. Rational subgroup merupakan titik gabungan beberapa pengukuran atau data, yang mana menurut Nelson (1988):
all of the items (di dalam subgrup – penulis) are produced under conditions in which only random effects are responsible for the observed variation.
Ini merupakan suatu trik agar peta kendali lebih sensitif terhadap variasi. Oleh karena itu, data-data dalam sebuah subgrup harus dikumpulkan saling berkaitan, dan bahkan saling berurutan mengikuti kemunculan data di lapangan. Kemudian seluruh subgrup harus dikumpulkan dengan cara meminimalkan peluang terjadinya special cause di antara subgrup.
Suatu peta kendali setidaknya harus memiliki 25 titik/subgrup, yang berarti memerlukan beberapa ratus pengukuran. Jumlah subgrup sebesar ini sudah cukup untuk mengukur kestabilan proses dan memunculkan special cause dalam sistem. Sementara besarnya subgrup harus memperhatikan faktor biaya, tingkat produksi, siklus produksi, dan sensitifitas pendeteksian. Misal dalam kasus di mana siklus produksi sangat lama, tentu akan menyulitkan jika kita mengambil besar subgrup sebanyak n > 1. Jika kasusnya seperti ini sangat disarankan untuk mempertimbangkan penggunaan I-MR control chart, yang mana besar subgrup sama dengan 1 (individual sample).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar